Semua manusia adalah makhluk yang berdosa, tidak ada yang suci kecuali Nabi Muhammad saw. yang dijamin bersih dari dosa karena setiap melakukan kesalahan, Allah akan langsung mengoreksinya. Berbeda dengan manusia umumnya yang merupakan tempatnya kesalahan; pelupa dan mudah tergoda hawa nafsu. Akan tetapi, tahukah kita bahwa dosa memiliki efek-efek negatif yang patut kita ketahui?
Pertama, dosa itu membuat pelakunya terhalang dari ilmu dan rezeki. Karena ilmu itu adalah cahaya Allah yang tak akan diberikan kepada pelaku maksiat. Sebagaimana kisah Imam Syafi’i yang kehilangan sebagian hafalannya karena melihat tumit seorang wanita. Jika kita melihat para pelaku maksiat berlimpahan harta, ketahuilah bahwa itu adalah istidraaj (penangguhan hukuman dan ditundanya azab), bukan kenikmatan yang hakiki. Membuat pelakunya semakin terlena dan dosanya semakin menumpuk.
Kedua, pelaku dosa akan diremehkan, tidak saja oleh orang-orang saleh, tetapi juga seluruh manusia. Jika ia seorang pemimpin, perintahnya tidak akan didengar bawahannya. Jika ia seorang ayah, perintahnya tidak akan didengar anaknya. Sebagaimana kata Sufyan ats-Tsauri, ”Aku mengetahui dosa-dosaku dari perilaku istriku, hewan peliharanku, dan tikus yang ada di rumahku.”
Ketiga,pelaku dosa akan mengalami kesulitan dalam hidupnya karena kemudahan itu hanya diberikan kepada orang yang bertakwa, bukan kepada pelaku maksiat. Doa pelaku dosa tidak akan dikabulkan oleh Allah. Mana mungkin majikan akan memberikan apa yang diminta pembantunya jika ia membangkang perintahnya? Keempat, perbuatan dosa akan menghilangkan ketaatan pada Allah. Karena suatu dosa, membuat pelakunya malas untuk beribadah pada Allah. Padahal, awalnya ia sangat mudah melakukannya.
Kelima, perbuatan maksiat mengakibatkan perbuatan maksiat lainnya. Seperti orang yang berbohong, yang harus menutupi perbuatannya dengan melakukan kebohongan-kebohongan lainnya. Akhirnya, dosanya berlipat ganda. Sebaliknya, orang berbuat ketaatan akan menghasilkan ketaatan yang lain. Berbuat satu kebaikan, akan menghasilkan kebaikan-kebaikan yang lain. Keenam, efek dosa tidak saja menimpa pelakunya, tetapi juga menimpa orang-orang di sekitarnya. Seperti orang mabuk, yang tidak saja merusak dirinya, tetapi juga merusak orang lain dengan berbuat keributan dan keonaran.
Ketujuh, banyak melakukan dosa akan membuat hati menjadi mati. Hati yang tidak lagi bersemangat untuk melakukan kebaikan, tetapi malah bersemangat melakukan keburukan. Ibarat cermin yang sudah tertutupi oleh debu (dosa) sehingga kelihatan hitam tak bercahaya. Di antara tanda matinya hati adalah senang berbuat dosa, ingin berkumpul dengan orang-orang yang selalu berbuat maksiat, membenci orang-orang saleh, tidak mau bertobat, tidak menolak kemungkaran, baik itu dengan tangan, lisan, maupun hatinya.
Kedelapan, perbuatan dosa akan membuat pelakunya meremehkan hak-hak Allah, seperti diibadahi, ditakuti, diharapi, dan diikuti. Ia tidak lagi memiliki perasaan takut untuk melanggar aturan-aturan Allah, meremehkan dan tidak peduli. Kesembilan, perbuatan dosa akan membuat ibadah yang dilakukannya sia-sia. Seperti orang yang shalat karena ingin dilihat orang lain (riya), maka shalatnya tidak akan diterima.
Oleh karena itu, wahai Saudaraku, bagaimanakah engkau memandang dosamu? Apakah engkau meremehkannya sebagai masalah yang kecil, ataukah engkau menganggapnya sebagai masalah besar yang membuat hatimu gelisah karena takut akan azab Allah?
Patut kita renungkan perkataan Ibnu Syibrimah, seorang pakar fiqih asal Irak, “Saya sangat heran pada manusia yang selalu menjaga makanannya karena khawatir akan penyakit, namun tidak menjaga dirinya dari dosa karena khawatir akan siksa api neraka.” Wallahu a’lam bish-shawwab.
By Dendi Irfan
Pertama, dosa itu membuat pelakunya terhalang dari ilmu dan rezeki. Karena ilmu itu adalah cahaya Allah yang tak akan diberikan kepada pelaku maksiat. Sebagaimana kisah Imam Syafi’i yang kehilangan sebagian hafalannya karena melihat tumit seorang wanita. Jika kita melihat para pelaku maksiat berlimpahan harta, ketahuilah bahwa itu adalah istidraaj (penangguhan hukuman dan ditundanya azab), bukan kenikmatan yang hakiki. Membuat pelakunya semakin terlena dan dosanya semakin menumpuk.
Kedua, pelaku dosa akan diremehkan, tidak saja oleh orang-orang saleh, tetapi juga seluruh manusia. Jika ia seorang pemimpin, perintahnya tidak akan didengar bawahannya. Jika ia seorang ayah, perintahnya tidak akan didengar anaknya. Sebagaimana kata Sufyan ats-Tsauri, ”Aku mengetahui dosa-dosaku dari perilaku istriku, hewan peliharanku, dan tikus yang ada di rumahku.”
Ketiga,pelaku dosa akan mengalami kesulitan dalam hidupnya karena kemudahan itu hanya diberikan kepada orang yang bertakwa, bukan kepada pelaku maksiat. Doa pelaku dosa tidak akan dikabulkan oleh Allah. Mana mungkin majikan akan memberikan apa yang diminta pembantunya jika ia membangkang perintahnya? Keempat, perbuatan dosa akan menghilangkan ketaatan pada Allah. Karena suatu dosa, membuat pelakunya malas untuk beribadah pada Allah. Padahal, awalnya ia sangat mudah melakukannya.
Kelima, perbuatan maksiat mengakibatkan perbuatan maksiat lainnya. Seperti orang yang berbohong, yang harus menutupi perbuatannya dengan melakukan kebohongan-kebohongan lainnya. Akhirnya, dosanya berlipat ganda. Sebaliknya, orang berbuat ketaatan akan menghasilkan ketaatan yang lain. Berbuat satu kebaikan, akan menghasilkan kebaikan-kebaikan yang lain. Keenam, efek dosa tidak saja menimpa pelakunya, tetapi juga menimpa orang-orang di sekitarnya. Seperti orang mabuk, yang tidak saja merusak dirinya, tetapi juga merusak orang lain dengan berbuat keributan dan keonaran.
Ketujuh, banyak melakukan dosa akan membuat hati menjadi mati. Hati yang tidak lagi bersemangat untuk melakukan kebaikan, tetapi malah bersemangat melakukan keburukan. Ibarat cermin yang sudah tertutupi oleh debu (dosa) sehingga kelihatan hitam tak bercahaya. Di antara tanda matinya hati adalah senang berbuat dosa, ingin berkumpul dengan orang-orang yang selalu berbuat maksiat, membenci orang-orang saleh, tidak mau bertobat, tidak menolak kemungkaran, baik itu dengan tangan, lisan, maupun hatinya.
Kedelapan, perbuatan dosa akan membuat pelakunya meremehkan hak-hak Allah, seperti diibadahi, ditakuti, diharapi, dan diikuti. Ia tidak lagi memiliki perasaan takut untuk melanggar aturan-aturan Allah, meremehkan dan tidak peduli. Kesembilan, perbuatan dosa akan membuat ibadah yang dilakukannya sia-sia. Seperti orang yang shalat karena ingin dilihat orang lain (riya), maka shalatnya tidak akan diterima.
Oleh karena itu, wahai Saudaraku, bagaimanakah engkau memandang dosamu? Apakah engkau meremehkannya sebagai masalah yang kecil, ataukah engkau menganggapnya sebagai masalah besar yang membuat hatimu gelisah karena takut akan azab Allah?
Patut kita renungkan perkataan Ibnu Syibrimah, seorang pakar fiqih asal Irak, “Saya sangat heran pada manusia yang selalu menjaga makanannya karena khawatir akan penyakit, namun tidak menjaga dirinya dari dosa karena khawatir akan siksa api neraka.” Wallahu a’lam bish-shawwab.
By Dendi Irfan
Subhanallah ...tulisannya bagus,dpt menyadrkan sy.Smg ini mjd b'manfaat & berkah utk smua.jzklh Khairan katsiro...
BalasHapus