Jumat, 09 Oktober 2009

Cermin Diri


Dalam salah satu haditsnya, Nabi Muhammad saw. bersabda, “Muslim yang satu adalah cermin bagi muslim yang lainnya.” Ada apa dengan cermin? Apa yang dimaksud oleh Nabi dalam haditsnya ini?

Sudah menjadi ciri khas Nabi saw. dan merupakan kelebihan yang Allah berikan kepada beliau, yaitu apabila beliau bersabda, beliau hanya mengucapkan kata-kata yang ringkas namun luas maknanya. Salah satunya adalah hadits ini.

Cermin adalah tempat berkaca; melihat sosok diri sendiri dari pantulan bayangan yang ada di cermin. Dari cermin, kita bisa melihat sosok diri kita yang sebenarnya, tanpa dikurangi atau ditambah-tambahi. Kita tidak dapat mengingkari apa yang ditampilkan cermin tentang diri kita. Ia berkata jujur tentang diri kita. Begitu juga sebaliknya, jika cermin itu berdebu atau kotor, kita pasti bersedia untuk membersihkannya sehingga kita dan cermin sama-sama tampil bersih dan enak dipandang.

Dalam realitas kehidupan sehari-hari, hendaknya setiap muslim berlaku seperti cermin, yaitu bersikap jujur terhadap saudaranya sesama muslim. Ia akan mengatakan salah jika saudaranya memang melakukan kesalahan, dan ia akan mengoreksinya dengan memberi nasihat-nasihat yang membangun serta mengajaknya kembali ke jalan yang benar. Adapun jika saudaranya melakukan kebenaran, ia akan mendukung dan mensuportnya. Begitu juga sebaliknya, jika ada saudaranya memberikan nasihat kebaikan kepadanya, ia mau menerimanya dengan senang hati. Dengan demikian, hidup akan menjadi indah, penuh harmoni dan pengertian. Jika hal ini tidak dilakukan (saling menasihati), tunggulah kehancuran sebagaimana yang terjadi pada kaum Yahudi ketika mereka membiarkan kemaksiatan yang terjadi di sekitar mereka.

Dari cermin pula, kita bisa memperbaiki penampilan kita yang kita nilai kurang. Adapun jika ada kelebihan atau sesuai dengan harapan kita dalam hal penampilan, kita bersyukur karenanya. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, hendaklah setiap muslim mengaca diri dengan mengambil pelajaran dari saudaranya sesama muslim. Jika saudaranya melakukan kesalahan atau berbuat kemaksiatan, hendaklah ia mengintrospeksi diri, mudah-mudahan ia tidak terjerumus ke dalam hal yang sama dan terhindar darinya. Adapun jika ia dalam posisi yang berbuat maksiat, hendaklah ia berkaca pada orang-orang yang saleh dan melihat sisi kebaikan yang ada pada mereka, sehingga dengan begitu ia termotivasi untuk bertobat dan melakukan kebaikan. Jika ia melihat saudaranya mempunyai kelebihan dalam hal ilmu atau kesalehan, hendaklah ia termotivasi untuk meneladaninya, atau bahkan melebihinya karena berlomba-lomba dalam kebaikan adalah dianjurkan.

Suatu ketika Nabi sedang berkumpul dengan sahabat-sahabatnya dan beliau bersabda, “Nanti akan datang seorang calon penduduk surga.” Kemudian datanglah seorang laki-laki yang penampilannya biasa-biasa saja. Lalu ada seorang sahabat yang memberanikan diri untuk meminta izin menginap di rumah laki-laki tersebut.Malam demi malam sahabat ini memperhatikan, ternyata tidak ada amal istimewa yang dilakukan oleh laki-laki itu. Kemudian pada hari ketiga, sahabat ini bertanya kepada laki-laki itu, apa yang membuatnya dinilai sebagai calon penduduk surga oleh Nabi. Setelah berpikir keras, laki-laki itu kemudian menjelaskan bahwa setiap sebelum tidur ia selalu memaafkan kesalahan saudara-saudaranya sesama muslim.

Apa yang dapat kita petik dari kisah tersebut? Bahwa ternyata, para sahabat selalu mengaca diri dengan sahabat-sahabatnya sesama muslim. Jika ada kelebihan, mereka meneladaninya. Jika ada kekurangan, mereka beristigfar semoga tidak terjerumus dalam hal yang sama dan berusaha menasihati saudaranya itu.

Oleh karena itu, hendaklah kita sesama muslim saling berkaca diri, saling bermuhasabah, dan saling menasihati, sehingga hidup penuh harmoni dan dinamika dalam bingkai kebaikan. Wallahu a’lam bish-shawwab.
By Dendi Irfan
Pernah dimuat di kolom Hikmah Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar